Jumat, 14 Januari 2011

Antara Tulisan dengan Kehidupan

Aku bukan seorang penulis dan tidak terlahir dari rahim penulis, aku juga bukan seorang pujangga yang suka mengumbar kata, aku pun bukan mahasiswa sastra yang sehari - harinya berkutat dengan novel atau bacaan fiksi yang bisa membuahkan ide gila bahkan berhalusinasi untuk membuat sebuah cerita. Tapi aku suka menulis, menulis apa saja yang aku lihat, dengar dan rasakan dengan lingkungan sekitar dan ungkapan sebuah perasaan.

Aku bisa membuat puisi cinta. Dulu 10 tahun yang lalu, setiap jatuh cinta pada seorang pria, semuanya aku ungkapkan pada sebuah puisi. Bisa berupa pujian bahkan hingga cacian. Hidup ku penuh warna dengan semua cinta itu. Masa remaja yang indah dengan balutan seragam putih abu -abu. Kadang bisa tertawa bahagia namun kadang menangis dalam diam. Hingga akhirnya tiba pada satu titik kekecewaan yang luar biasa dengan sosok yang bernama pria. Semuanya membuat aku muak dan kehilangan sebuah identitas. Aku terlalu lelah dengan sebuah cinta yang tak pernah aku tahu maksudnya apa, semua tulisan itu aku tinggalkan. Dan aku pun menjadi muak dengan dunia percintaan yang berujung pada sebuah kekecewaan luar biasa. Terlalu banyak rasanya kekecewaan yang akan ku tulis pada selembar kertah putih. Aku tidak mau kertas itu ternoda lagi. Hingga akhirnya hobi menulis itu aku tinggalkan. Termasuk fenomena kenikmatan cinta yang pernah aku rasakan. Aku hanya bisa berkata, semuanya manis namun menyakitkan untuk dikenang. Cinta yang membuat aku egois, cinta yang membuat aku mulai berpikir rasional, cinta yang membuat aku menjadi kejam dan tak berhati dan cinta yang membuat aku berjalan dalam kesendirian. Dan cinta juga yang membuat aku tidak percaya dengan perasaan ku sendiri.

Aku kembali pada kehidupan nyata dengan prinsip "live for today, forget the past and forget the present". Dengan motto hidup yang salah yaitu mengacu pada sebuah kalimat "hidup hanya sekali dan nikmati hidup sesuka hati". Aku kembali terpana pada dunia nyata tanpa cinta dan tanpa perasaan. Yang tersisa hanyalah sebuah LOGIKA dengan puing - puing jiwa yang terserak diantara ribuan kunang - kunang. Aku tidak tahu apakah kunang - kunang dengan cahayanya yang kecil itu mampu untuk menerangi jalanku di dunia yang sangat luas ini atau malah membutakan mataku? Entahlah..!!!! Dalam perjalananku, timbul pertanyaan "sampai dimana kebenaran logika ini?", sebuah logika dengan syarat kepuasan. Dan aku pun tak tahu kepuasan apa? Hanya menjalani pada paparan jalan kehidupan yang aku sendiri tidak pernah mengerti hidup apa ini? Tertawa tapi kosong, puas tapi tak nikmat, hidup tapi tak bernyawa. Semuanya kosong dan seperti kehilangan jati diri.......

Akhirnya di persimpangan jalan itu, aku kembali pada sebuah kata yaitu kecewa..!!!! Mata ini kembali menangis perih tapi tanpa air mata, ternyata bukan hanya cinta dan perasaan yang bisa membuat hati ini sakit. Tetapi kenikmatan dunia yang menelanjangi diri serta merobek mimpi ini, dunia yang telah membuat diriku pernah tertawa dengan kerasnya telah membuat aku tak berdaya. Kenyataannya adalah diantara tawa itu aku menggenggam sebilah belati tajam yang siap untuk ditusukkan pada diri sendiri. Semuanya sangat membekas dan membuat jiwa ini sangat tertekan. Bukan hanya sakit yang kurasa tetapi keletihan yang luar biasa. Diri ini bagai tercabik emosi dengan segala kebodohan yang berputar seperti sebuah film pendek di otak ku. Hidup dan cinta telah mengecewakan jiwa yang tertatih dan haus akan semua impian aku, ingin berbaring sejenak tapi waktu tak pernah berpihak. Ingin menoleh kebelakang, apa yang harus ku lihat? Berjalan lurus ke depan, semuanya hanya kelam. Aku seolah terkubur dengan semua mimpi yang aku bangun dengan selembar ijazah. Kini aku beridiri pada sebuah persimpangan, kaki ini terlalu takut untuk melangkah dan aku memilih DIAM. aku takut untuk memilih kekiri atau kanan. Karena ini adalah kesempatan terakhirku, jika aku kembali salah melangkah, aku takkan pernah bisa kembali dan mengulang untuk memperbaiki. Entah sampai kapan aku akan berdiri diam disini.......


Sembari menunggu waktu ku datang, kini aku pun kembali menulis semuanya. Menulis pada blog sederhana ini. Ku runtut peristiwa demi peristiwa dalam adegan kehidupan yang aku alami. Terlalu letih rasanya untuk bercerita pada seorang teman tentang kehidupanku, terlalu lelah juga jika aku harus menulis tentang pujian atau cacian untuk sebuah cinta. Lebih baik aku kembali berkaca kepada kehidupan dan menulis apa yang aku lihat, dengar dan rasakan dari kehidupanku sendiri, bukan hidup orang lain. Sebuah tulisan yang aku harap dibaca oleh Tuhan sebagai rintihan dari tiap bait doa serta harapan dari mimpi selembar ijazah. Aku ingin menggapai dunia dengan tangan kerdilku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar